Laman

Minggu, 01 Januari 2012

Spiritualisme Peziarah Makam Syekh Datuk Ibrahim



oleh: Miskawi Sukirman

Didalam kehidupan manusia, setiap orang selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya yang terbagi menjadi dua kebutuhan material (jasmani) dan spiritual (rohani). Kebutuhan material adalah kebutuhan manusia akan sandang, pangan dan papan. Ketika kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi untuk mempertahankan  hidupnya. Akan tetapi usaha itu tidak selalu lancar karena keterbatasan akan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, harus diimbangi dengan melakukan sesuatu yang bersifat spiritual. Melalui prilaku, tingkah laku spiritual ini manusia berusaha memenuhi akan kebutuhan rohaninya. Kebutuhan rohani atau kebutuhan spiritual ini adalah kebutuhan non materi. Dengan terpenuhi kebutuhan spiritual ini, maka, manusia ingin mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tercapailah tujuan tertentu yang dikehendakinya dengan memperdalam keimanan dan ketaqwaan.


Adakalanya melalui prilaku spiritual manusia  berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk kebutuhan materi. Perilaku spiritual dalam rangka upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ini dilakukan manusia dengan sikap manembah kepada Tuhan Maha Esa (Tashadi, 1994;1). Oleh karena itu dalam sikap manembah manusia memasrakan diri kepada Ilahi. Secara konseptual manembah sebagai sikap pasrah kepada kekuatan Ilahi merupakan wujud dari emosi  keagamaam (Religius Emution). Emosi keagamaan itu adalah suatu getaran jiwa yang menghinggapi manusia dalam kehidupannya, meskipun getaran itu hanya berlangsung beberapa saja.
Kebutuhan spiritual inilah yang menyebabkan segala kelakuan manusia  menjadi serba religi, sehingga menyebabkan serba keramat, baik pada kelakuan manusia itu sendiri, maupun tempat dimana kelakuan manusia itu dilakukan  untuk dilaksanakan. Ada anggapan bahwa tempat keramat merupakan tempat  bersemayamnya arwah leluhur dan adanya kekuatan gaib yang ada pada benda  tertentu yang kebetulan tersimpan ditempat keramat tersebut. Pengertian kekuatan gaib ini adalah segala kekuatan yang tidak kelihatan seperti rahasia alam, kekuatan yang aneh-aneh dan sebagaiya (Poerwadarminta, 1976:288).
Banyak makam  yang dianggap gaib, keramat, membawa berkah dan selalu ramai dikunjungi peziarah. Bagi masyarakat Jawa tradisi ziarah kubur sudah dikenal dan berkembang sejak zaman animisme dan dinamisme. Mereka berkeyakinan  bahwa roh nenek moyang yang sudah meninggal dapat diminta pertolongan dengan cara datang ke kuburnya untuk berziarah dengan membawa peralatan upacara  ziarah seperti bunga, dupa, mengucapkan mantra dan doa serta permintaan agar diberi kepercayaan yang hidup diantara masyarakat.
Miskawi (2007:37), menyatakan bahwa  “makam bagi masyarakat bukan hanya sekedar mengubur mayat, akan tetapi makam adalah tempat yang dikeramatkan karena disitulah dikuburkan jasad orang keramat. Dan keberadaan makam juga sebagai simbol yang ada kaitannya dengan mempertahankan konservasi sumber daya alam (SDA)”.
Di kabupaten Banyuwangi tepatnya di Kelurahan Lateng Kecamatan Banyuwangi terdapat sebuah makam yang dikeramatkan, dimana tempat tersebut bersemayam tokoh lelehur yang semasa hidupnya memiliki karisma dan dianggap oleh masyarakat sebagai penyebar agama Islam yaitu Syekh Datuk Ibrahim. Letak keberadaan makam keramat berada di tengah-tengah pusat kota dan keramaian. Tokoh tersebut di mitoskan  oleh para kelompok pendukungnya sebagai panutan perilaku kelompok orang agar memberikan arahan pada kelakuan manusia. Lewat mitos ini manusia dapat mengambil bagian dari suatu kepercayaan yang hidup dalam masyarakat.
Tempat keramat yang didukung oleh keberadaan mitos yang karismatik tersebut menjadi tempat ziarah bagi mereka dengan tujuan dan maksud tertentu. Ziarah ini pada hakekatnya menyadarkan kondisi manusia sebagai pembersihan diri dan untuk memperoleh restu leluhur yang dianggap telah melewati ujian hidup. Makam keramat Syekh Datuk Ibrahim dipandang sebagai makam yang dianggap keramat oleh masyarakat sekitar Kabupaten Banyuwangi sendiri dan di luar Kabupaten Banyuwangi,  misalnya peziarah dari  Bali Loloan, Madura, Situbondo, Bondowoso, Jember dan dari luar Jawa (Sumber : Data Kunjungan, 2010)
Pada era modern ini, kunjungan peziarah di makam keramat Syekh Datuk Ibrahim tidak pernah sepi oleh peziarah terutama pada hari malam jumat Legi. Motivasi dan kepentingan mereka berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan masing-masing, ada yang berziarah  mendoakan sang tokoh, ada yang ingin memohon berkah sehingga tempat ini  dipercaya mampu menjembatani peziarah yang menginginkan sesuatu. Anggapan dan kepercayaan seperti itu akhirnya meluas  dan memasyarakat sehingga ada kesan  bahwa keberadaan  makam keramat Syekh Datuk Ibrahim adalah tempat mencari berkah, tempat mengadu, nasib keberuntungan dan tempat untuk mengajukan berbagai permintaan. Peziarah yang datang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat seperti petani, pedagang, pemuka agama setempat, pengusaha dan bahkan pejabat.
Seiring dengan kebutuhan spritualisme, ditengah pekiknya  masalah yang dihadapi manusia kadangkala menjadikan rasionalitas mereka tidak berdaya, sehingga timbul kecemasan, ketakutan dan ketidak tentraman. Salah satu untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan ziarah, wisata spiritual diyakini dapat  menerangkan jiwa, karena didalamnya terdapat lantunan-lantunan yang mendatangkan ketenagan, seperti yang tercantum dalam bacaan tahlil,tahmid dan tasbih serta didukung oleh suasana hening dilingkungan sekitarnya, menjadikan para makam wali ini menjadi kawasan damai ditengah keributan manusia  (Ruslan dan Arifin, 2007:166). Bertolak dari latar belakang diatas maka, makam keramat Syekh Datuk Ibrahim menarik untuk diteliti karena kuatnya nilai spritualisme dan religi bagi peziarah.

Gambaran Umum Lingkungan Sosio-Kultural Kelurahan Lateng
Manusia sebagai mahluk biologis dan sosial adalah sebagai pelaku sejarah yang dalam perkembangannya sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya dimana manusia itu berada. Lingkungan dalam hal ini berkaitan erat dengan sekitar terjadinya keadaan geografis, kependudukan (jumlah mata pencaharian dan pedidikan) dan kehidupan sosial budaya yang ikut mempengaruhi terhadap tumbuhnya dan berkembangnya sejarah budaya masyarakat dan Keberadaan geografis suatu daerah akan berpengaruh terhadap kondisi daerah tersebut, baik kondisi sosial, kondisi ekonomi dan kondisi budayanya, terutama terhadap ciri masyarakat tersebut (Miskawi, 2007:21).  Hal tersebut akan dideskripsikan pada uraian berikut ini:
Keadaan Geografis
Kelurahan Lateng terletak di Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Jarak Kelurahan Lateng  dari kota Banyuwangi kurang lebih 2,5 km, jarak ke ibu kota Kecamatan krang lebih 2,5 km. waktu tempuh masing-masing tempat kurang lebih 0,15 jam dari kota Banyuwangi (Monografi Kelurahan Lateng, 2010)
Secara administrasi, batas wilayah Kelurahan Lateng, dari sebelah utara  berbatasan dengan Kelurahan Klatak, dari sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Temenggungan, dari sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Singotrunan . dan dari sebelah timur berbatasan dengan kelurahan K.P Mandar. (Monografi Kelurahan Lateng, 2010)
Kependudukan, Pendidikan dan Mata pencaharian
Jumlah dari keseluruhan penduduk kelurahan Lateng sebanyak 8.708 jiwa (2.564 KK) yang terdiri dari 4.278 jiwa laki-laki dan 4.426 jiwa perempuan. Adapun rincian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1, berikut ini:
No
Golongan Umur
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
1
0             -   12 bulan
166
163
329
2
13 bulan -    4 tahun
244
286
503
3
5 tahun     -    6 tahun
239
246
485
4
7 tahun     -    12 tahun
263
267
530
5
13 tahun   -    15 tahun
459
451
910
6
16 tahun    -   18 tahun
530
524
1054
7
19 tahun    -   25 tahun
376
583
958
8
26 tahun    -   35 tahun
374
321
695
9
36 tahun    -    45tahun
366
353
719
10
46 tahun    -   50 tahun
249
269
518
11
51 tahun    -   60 tahun
259
268
527
12
61 tahun    -   75 tahun
564
509
1073
13
Lebih dari  75 tahun
190
186
376
Jumlah
4.278
4.426
8.704
Sumber: Monografi kelurahan Lateng, 2010
Berdasarkan uraian jumlah penduduk kelurahan Lateng dapat memberikan gambaran keberadaan makam Keramat Syekh Datuk Ibrahim, terutama penduduk yang usianya 61tahun sampai 75 tahun keatas. Pada tingkat usia tersebut biasanya lebih mempertahankan hasil budaya dan tradisi leluhurnya, sedangkan pada penduduk yang berusia 16-18 tahun lebih menerimah dan terpengaruh budaya yang masuk ke wilayah tersebut. Hal ini diperjelas oleh Miskawi (2007), bahwa umur yang melebihi 60 tahun keatas tergolong orang keramat dan termasuk keturunan orang yang mempunyai karismatik. Perbandingnya kepedulian masyarakat melestarikan makam Syekh Datuk Ibrahim layak untuk dipertahankan. Asta merupakan benda cagar budaya yang memiliki keunikan, sejak dulu sampai sekarang yang harus tetap dilestarikan keberadaannya.
Komposisi penduduk menurut agama di kelurahan Lateng, tabel 2 sebagai berikut:
Agama
Jumlah penduduk dalam Prosentase
Islam
95%
Non-Islam
5 %
Data: monografi Kelurahan Lateng yang sudah diolah, 2010
Berdasarkan tabel 2, menunjukkan agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk kelurahan Lateng dengan prosentase 95%  jiwa dari keseluruhan jumlah penduduk kelurahan Lateng. Sedangkan seluruh agama kecuali agama Islam diprosentasekan 5%. Kelurahan lateng banyak penduduk yang berasal dari keturunan Arab. Hal ini juga didukung oleh banyaknya prasarana keagaamaan bagi Umat muslim misalnya Masjid sebanyak 5 bangunan dan langgar atau Surau sebanyak 20 Bangunan sedangkan Prasarana keagamaan yang lain seperti Gereja, Vihara dan Pura tidak terdapat sama sekali walaupun Banyuwangi ada kaitan erat dan Jarak cukup dekat dengan Bali Yang mayoritas beragama Hindu dan Budha. Kegiatan keagamaan rutin dilaksanakan mulai dari Jumatan,Pengajian Umum, Pengajian Ibu-ibu, Pengajian anak-anak, Pengajian Remaja, Yasinan dan peringatan hari-hari Besar agama. (Data Kelurahan Lateng tahun 2010).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa  hampir seluruh penduduk Lateng beragama Islam. Penduduk asli umumnya pemeluk agama Islam yang taat. Hampir semua lapisan memeluk agama Islam dengan taat, namun mereka belum meninggalkan bentuk-bentuk kepercayaan lama. Jadi selalu muncul tata nilai dan tata laku yang berdasarkan kepercayaan lama yang telah berkar sebelum agama Islam hidup subur di daerah ini. Misalnya masyarakat Lateng masih percaya keberadaan makam yaitu kuburan yang dikeramatkan oleh warga suatu wilayah karena diyakini dapat memberikan kepada seluruh warga diwilayah itu. Roh leluhur penghuni makam merupakan tokoh yang masa hidupnya di pandang mmpunyai kesaktian dan banyak berjasa bagi seluruh masyarakat.
Mereka percaya pada kekuatan gaib terutama kekuatan yang berada pada benda-benda yang dianggap sakti dan keramat. Mereka amat menghormati benda-benda peninggalan nenek moyang atau pusaka peninggalan leluhurnya dan juga makam para leluhur dianggap suci dan keramat sehingga harus kerap diziarahi.
Mata pencaharian penduduk kelurahan Lateng, dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:
No
Jenis Pekerjaan/ Mata pencaharian
Jumlah
1
PNS
125

Kelurahan
3

TNI
16

Polri
8

Pensiun
650

Pegawai Swasta
871

Jasa angkutan dan transportasi
472

Jasa perdagangan
10

Jasa penginapan
2

Jasa keterampilan
502
Data: monografi Kelurahan Lateng yang sudah diolah, 2010
Dilihat dari mata pencaharian penduduk kelurahan Lateng, dapat dijelaskan bahwa mayoritas mata pencaharian  penduduk berprofesi sebagai pegawai swasta. Sistem kerja Pegawai Swasta sangat mempengaruhi penghasilannya, misalnya jika tidak kerja walau hari libur (tanggal Merah) tentu tidak mendapatkan hal yang sifatnya materi pula dan sebaliknya sedangkan Pegawai Negeri yang penghasilan tiap bulannya sifatnya pasti walau hari libur. Sehingga dari sini pegawai swasta harus bekerja ekstra. Hal tersebut dijelaskan oleh salah satu peziarah yang berasal dari Jember dengan tujuan agar dipermudah riskinya karena bagaimanapun sebagai manusia harus berusaha salah satunya berziarah ke makam leluhur (hasil wawancara, 21 Desember 2009). Pendapat peziarah tersebut lebih diperjelas oleh  Rato (2003:138) bahwa Dalam kehidupan yang penuh dengan ketidak pastian ini, manusia cenderung  mencari ketenangan dan kepastian untuk menghadap kesulitan  yang dihadapinya. Salah satu sumber ketenangan itu yang diperkirakan menguasai dan mengatur atau paling tidak dapat mempengruhi kehidupan manusia tentang hal gaib, baik tuhan dalam agama masing-masing maupun kekuatan lain seperti roh nenek moyang atau kekuatan alam dan bangsa halus lainnya.
Tingkat Pendidikan  penduduk kelurahan Lateng, dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
No
Jenis Pekerjaan/ Mata pencaharian
Jumlah
1
PNS
125

Kelurahan
3

TNI
16

Polri
8

Pensiun
650

Pegawai Swasta
871

Jasa angkutan dan transportasi
472

Jasa perdagangan
10

Jasa penginapan
2

Jasa keterampilan
502
Data: monografi Kelurahan Lateng yang sudah diolah, 2010
Dilihat dari tingkat pendidikannya, masyarakat Lateng termasuk maju, karena sampai sekarang masih memperhatikan pendidikan. Penduduk yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) lebih, hal ini membuktikan bahwa pendidikan lebih penting. Anak-anak usia sekolah banyak memilih sekolah dari pada memilih membantu orang tuanaya. Kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya sangat tinggi. Mereka beranggapan dengan bekal yang tinggi akan mampu bersaing di era globalisasi ini.
Tingkat pendidikan yang tinggi berpengaruh pada perkembangan pola pikir masyarakat. Meskipun masyarakat tergolong masyarakat yang maju mereka tetap tidak mengabaikan tradisi yang ada. Mereka masih berpedoman pada nilai-nilai budaya dan tradisi yanga ada yaitu suatu bentuk penghormatan kepada leluhur yang harus tetap dijaga yaitu penghormatan Bhupa’, Bhabbu’,Guru, Rato (Bapak, Ibu, Guru dan Raja).
Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya masyarakat Lateng tampak begitu tenang dan damai, walau menghadapi kehidupan di era globalisasi ini. Kehidupan sosial budaya dalam bertetangga terjalin erat dan saling membantu satu sama yang lainnya. Sikap saling membantu terwujud dalam bentuk gotong royong yang lebih mementingkan kehidupan bersama. Gotong royong yang terbentuk ketetanggaan misalnya dalam hajatan, kematian, pembuatan dan perbaikan rumah dan lain-lain. Sedangkan gotong royang yang bersifat umum misalnya perbaikan jalan, pembersihan god serta pembersihan makam. Untuk meningkatkan rasa kegotongroyongan ini dibuktikan banyak perkumpulau-perkumpulan yang bernuansa religi seperti yasinan, arisan, muslimat, fatayat dan aswaja.dll.
Kehidupan Religi
Penduduk kelurahan Lateng mayoritas beragama Islam yang taat. Dengan demikian pula peran ulama tampak lebih menonjol. Meskipun masyarakat Lateng memeluk agama Islam dengan taat, namun mereka tidak semuanya meninggalkan bentuk-bentuk kepercayaan lama. Jadi selalu muncul tata nilai dan tata laku yang berdasarkan kepercayaan lama yang telah berakat di daerah ini. Masyarakat Lateng masih percaya makam keramat yaitu kuburan yang dikeramatkan oleh warga suatu wilayah karena diyakini dapat memberikan perlindungan dan berjasa kepada seluruh warga di wilayah itu. Roh leluhur penghuni makam biasanya merupakan tokoh masyarakat yang pada masa hidupnya dipandang mempunyai kesaktian dan banyak berjasa bagi kehidupan asyarakat.
Mereka percaya pada kekuatan gaib terutama kekuatan yang berada pada benda-benda yang dianggap sakti dan keramat. masyarakat sangat menghormati benda-benda peninggalan nenek moyang atau pusaka peninggalan leluhurnya. Seperti keris, tombak dan pedang pusaka yang dianggap memiliki kesaktian, juga makam para leluhur diangga  suci dan keramat sehingga harus kerap diziarahi.
Dalam kehidupan religi, masyarakat Lateng didasari adanya keyakinan yang kuat terhadap roh leluhurnya, walaupun mayoritas beragama Islam, hal ini masyarakat tergolong NU (Nahdlatul Ulama). Islam menurut Greetz (1983:172-173) terbagi menjadi tiga yaitu abangan, santri dan priyai. Pengertian santri adalah orang yang mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap doktrin Islam dan bersikap kurang toleran terhadap kepercayaan animisme, dinamisme, praktik kejawen serta mempertahankan Islam pada kode etik yang lebih tinggi, pada umumnya berhubungan dengan unsur-unsur pedagang. Tradisi keagamaan santri adalah pelaksanaan yang cermat dan teratur terhadap pribadatan Islam (sholat, puasa dan naik haji).
Abangan adalah orang yang mengabaikan doktrin Islam, terpesoan oleh detail keupacaraan tetapi masih toleran terhadap kepercayaan agama. Adapun tradisi keagamaan  abangan tampak pada melaksanakan selametan. Jika dikaitkan dengan kepercayan masyarakat tentang keberadaan mahluk halus dan alam gaib, maka orang-orang abangan adalah orang yang percaya terhadap mistik, para santri tidak percaya karena hal-hal yang berbau mistik adalah bagian dari syirik, sedangkan priyai ini menitik beratkan pada segi-segi Hindu dan berhubungan dengan birokrasi yang pada umumnya merupakan golongan bangsawan berpanggat tinggi dan rendah.
Berdasarkan kenyataan yang ada, masyarakat Lateng tergolong masyarkat NU- abangan. Pandangan tersebut, merujuk pada pendapatnya Syam (2005:113) bahwa wong NU adalah sekelompok orang yang mengaku dirinya sebagai wong ahlusunnah wal jama’ah dengan menekankan pengamalan keagamaan atas tradisi keragaman yang lalu dan melakukan berbagai tradisi keagamaan yang bersentuhan dengan tradisi lokal. Misalnya nyekar (ziarah) untuk menghormati leluhurnya. Tradisi Islam lokal tersebut merupakan jalinan kerjasama antar berbagai agen dalam penggolongan sosio-religio-kultural yang berbeda. Hal ini terbukti dalam melakukan ziarah dalam doanya banyak menggunakan doa-doa kitab suci Al-Quran.
Sebenarnya istilah Geertz tentang agama abangan tidak disukai oleh para penganjur agama. Istilah ini, secara tidak langsung memberi peluang terjadinnya perkembangan sempalan (friksi agama) dan gejala dereligisasi. Padahal, semua penganjur agama menghendaki agar umat beragama benar-benar menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang diyakini dengan sungguh-sungguh dan bersih.
Perlu diketahui bersama, orang Jawa pada umumnya memiliki keterbukaan emosi dan kultur yang tinggi. Mereka bisa menerima apapun yang datang, sekaligus menyeleksi dan meramu sedemikian rupa sehingga menghasilkan model baru yang sedemikia rupa sehingga menhasilkan model baru yang dianggap tepat. Sejumlah organisasi keagamaan yang ada di Indonesia juga terpecah menjadi dua: mentoleris (mengakomudasi) dan dan tidak mentoleris. Sekedar menyebut nama Nahdlatul ulama (NU) disebut-sbut sebagai kelompok Islam yang mengakomudasi agama atau tadisi Jawa, sementara Muhammadiyah yang berjuang demi tegaknya kemurnian Islam, dikenal dengan keyakinan kurang mengakomudasi keyakinan dan tradisi kejawen.
Hal tersebut di perkuat oleh Miskawi (dalam Budiyono, 2007) bahwa keyakinan pra Islam tidak semua ditolak oleh agama Islam. Seperti tradisi ziarah ke makam Syekh Datuk Ibrahim sebagai suatu perwujudan dalam menyeimbangkan kepentingan lahir dan batin yang secara konsepsional dan keselarasan antara keyakinan asli masyarakat kebonagung dengan konsep dasar Islam, sehingga menghasilkan sinkretisme budaya antara unsur-unsur keyakinan pra Islam dengan Islam. Hal ini tampak dianggap sakral oleh masyarakat setempat karena adanya sebuah keyakinan dan penghormatan pada leluhur atau nenek moyang yang sudah meninggal.
Kenyataan historis menunjukkan bahwa jauh sebelum Islam masuk tersebar di tanah Jawa, masyarakat Jawa sudah terlebih dahulu ”digarap” oleh kepercayaan atau agama Hindu-Budha. Namun, sejak dahulu inti dari pusat segala kepercayaan Jawa adalah magis-mistik (Jong,1976:12). Ketika Islam masuk dan diterimah oleh masyarakat Jawa pada sekitar abad ke 15 Masehi terjadilah sebuah perubahan yang tampak adalah sebuah hasil asimilasi antara kepercayaan Jawa asli, Hindu-Budha dan Islam. Asimilasi inilah yang pada akhirnya melahirkan dan membesarkan agama kebatinan.
Jika dikaitkan dengan kehidupan religi, masyarakat Lateng masih memegang teguh yang diwariskan oleh leluhurnya yang diwujukkan dalam pelaksanaan Nyekar. Dalam setiap upacara yang diselenggarakan tampak sesuatu yang dianggap sakral, suci dan berbeda dengan yang lain. Diantara ciri-ciri yang sakral itu adalah sebuah keyainan, ritus, misteri, penghormatan kepada nenek moyang atau leluhur yang sudah meninggal dan supranatural (Syam, 2005:245-247).
Syekh Datuk Ibrahim
Dilihat dari silsilahnya Syekh Datuk Ibrahim adalah bangsawan Timur Tengah dari keturunan Bani Hasyim. Sayyid Datuk Abdurahim Bauzir adalah ulama dari Arab. Pertama ia menginjakkan kaki di bumi Nusantara tahun 1770-an. Partama datang, ia memilih Blambangan sebagai daerah transit. Kemudian ia melanjutkan siarnya ke arah timur, hingga di perkampungan Melayu, Loloan. (wawancara dengan juru kunci, 16 Agustus, 2010)
Syekh Datuk Ibrahim adalah Wali Besar yang berperan dalam penyebaran Islam di kota Banyuwangi dan sekitarnya serta penyebaran ajaran Islam di Loloan, Jembrana, Bali. Di tempat tersebut, Datuk Abdurahim menikahi seorang gadis setempat, Zaenab, dan memiliki putra. Putra pertama Datuk Abdurahim, Syekh Sayyid Bakar Bauzir, meninggal di Loloan dan dimakamkan di sana. Beberapa tahun kemudian, istrinya, Zaenab, menyusul berpulang. Sejak itu, Datuk memilih kembali ke Banyuwangi, bertempat tinggal di perkampungan Arab di Lateng.
Di Banyuwangi, Datuk meneruskan menyebarkan Islam, mengajak putra keduanya, Datuk Ahmad, dan seorang sahabat karibnya, Syekh Hasan. Penyebaran agama Islam dilakukannya hingga tutup usia tahun 1876. Datuk wafat pada umur 86 tahunan. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum warga Arab di Lateng. Makam yang dikeramatkan oleh masyarakat tersebut berada di Kelurahan Lateng, Banyuwangi, Jawa Timur, merupakan tempat yang paling banyak dituju oleh sebagian umat muslim Banyuwangi, Jawa Timur dan Bali. Sebagian umat muslim menyakralkan makam ini sampai sekarang.
Berdasarkan keyakinan masyarakat Banyak karomah yang dimiliki oleh Sayyid Datuk Abdurahim Bauzir diantaranya menyembuhkan orang-orang sakit dan mendoakan orang-orang yang mempunyai hajat dan terkabul hajatnya. Makam kuno di pinggir Jalan Basuki Rahmat dalam mengelolanya dibentuk sebuah yayasan. Pada umumnya pengunjung biasanya menyerahkan sumbangan sukarela usai berdoa di makam. Hasil sumbangan ini digunakan merawat makam dan dibagikan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim untuk melestarikan kebiasaan Sayyid Datuk Abdurahim sewaktu Hidup.
Tidak menutup kemungkinan tokoh tersebut juga memiliki peran yang cukup penting  dalam perkembangan Islam di Banyuwangi. Disisi lain, di Kabupaten Banyuwangi , Islam telah menunjukkan adanya suatu perkembangan  yang sangat pesat, apabila dilihat jumlah penduduknya. Hal tersebut juga tidak terlepas dari peran tokoh penyebar Islam, berkenaan dengan hal tersebut.
Mengenai gambaran tentang kompleks Makam Datuk Ibrahim, peneliti memberikan penekanan pada gambaran sekitar kompleks itu sendiri mulai dari keunikan dan fungsinya.
Menurut Syam (2005: 139-140) menyatakan bahwa makam bagi sebagian masyarakat yang mempercayainya bukan hanya sekedar tempat menyimpan mayat, akan tetapi adalah tempat yang keramat karena disitu dikuburkan jasad orang keramat. Jasat orang keramat itu tidak sebagaimana jasad orang kebanyakan karena diyakini bahwa jasadnya tidak akan hancur dimakan oleh binatang tanah seperti cacing tanah, ulat-ulat pemangsa jasad manusia dan sebagainya akan tetapi terjaga dari serangan berbagai binatangterseut karena kekuatan magis yang tetap dimilikinyameskipun meninggal. Selain jasad wali itu tidak rusak, roh para wali juga meiliki kekuatan untuk tetap mendatangi makamnya jika makam tersebut diziarahi orang. Jadi, roh para wali itu mengetahui siapa saja yang databg kemakamnya dan mendengarkan bagaimana doanya. Sebagai orang yang sangat dekat dengan Allah, para wali bisa menjadi perantara agar doanya cepat sampai kepada Allah. Memang, tak semua yang menziarahi makan itu ”benar” tujuannya, sebab ada diantara mereka yang meminta kepada roh para wali untuk mengabulkan permohonannya. Bahkan ada juga diantara mereka yang mengambil barang tertentu untuk dibawa pulang, bisa air, tanah atau kayu yang ada dimakam itu. ”sebagai jimat”.
Makam Syekh Datuk Ibrahim agak sederhana dan ditutup dengan bangunan. Di sekeliling makam terdapat tempat yang disediakan untuk berziarah, termasuk lantai yang cukup besar yang dipasang dengan ubin, tempat buku lengkap dengan buku-buku doa dan Al- Quran.  Bangunan yang terdapat di halaman depan makam sebuah pendopo yang dijaga juru kuncinya, beberapa warung makam, penjual bunga dan minyak pengharum  serta kios-kios yang menjual souvenir khas Banyuwangi serta bangunan mosholla khusus pria dan khusus wanita. Dari sini memang benar dan masuk akal jika keberadaan Makam Keramat dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat kecil. Mereka bisa memanfaatkan hari-hari tertentu misalnya kamis malam (malam Jumat) untu berjualan mulai menjual Es, menjual Kue dan menjual bunga. Hal tersebut juga dipaparkan oleh Mbak Ifa (salah satu menjual Bunga) yang dilakukan mulai saat kecil hingga kini berumur 39 tahun. Dan uniknya dari sekian penjual bunga yang berada dipintu masuk makan adalah satu keluarga.
Peran juru kunci bertanggung Jawab atas pemeliharaan makamnya sehingga kondisi makam tampak terawat dengan baik, hubungan dengan peziarah  serta administrasi dan pejagaan makamnya. Juru kunci, seringkali menerima peziarah yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu di makam Syekh Datuk Ibrahim ini.
Masyarakat sekitar tampaknya masih menganggap makam Syekh Datuk Ibrahim ini. Petunjuk hal ini dapat diketahui dari orang-orang yang sering datang ketempat itu dengan maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan keinginan mereka. Para pengunjung yang datang tidak hanya  dari satu lapisan masyarakat saja tetapi berbagai lapisan masyarakat mulai dari pejabat, pengusaha, pegawai biasa, kyai dan masyarakat kebanyakan baik dari daerah kabupaten Banyuwangi bahkan dari luar Kabupaten Banyuwangi.
Di sekitar makam Syekh Datuk Ibrahim ada dua makam kuno lagi yang disakralkan. Dua makam anak kedua Datuk dan sahabat karibnya itu berdampingan. Peziarah biasanya membludak ketika malam Jumat. Puncaknya pada perayaan kelahiran Datuk tiap minggu ketiga bulan Rajab. Peziarah yang juga datang dari luar kota Banyuwangi, seperti Lampung, Jakarta, dan Bali.
Suatu hal yang menjadi daya tarik  masyarakat untuk pergi ke makam Syekh Datuk Ibrahim adalah melakukan ziarah, karena disini makam dikeramatkan dan dipercaya mampu untuk menjembatani  mereka yang menginginkan  sesuatu. Oleh karena itu, berbagai lapisan masyarakat berbondong-bondong mengunjungi makam ini sehingga muncul pandangan yang berbeda-beda dari peziarah bahkan dari masyarakat sendiri terhadap makam Syekh Datuk Ibrahim.
Sebagai wali penting dalam proses Islamisasi di Jawa khususnya di Banyuwangi makamnya banyak dikunjungi para peziarah. Mereka datang dari berbagai status dan strata sosial baik dari Madura, Jember, Situbondo, bondowoso dan masyarakat luar Jawa yang mempunyai ikatan secara emosional (Dat Kunjungan Tahun, 2009).
Setiap peziarah yang datang ke makam Syekh Datuk Ibrahim dalam dirinya diperkuat oleh emosi keagamaan. Mereka berkomonikasi dengan  yang dimakamkan untuk mengantarkan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, dari para peziarah sendiri muncul berbagai pandangan tentang makam Syekh Datuk Ibrahim. Pandangan tersebut tergantung maksud dan tujuan peziarah ke makam Syekh Datuk Ibrahim. Hal ini menyebabkan pandangan tertentu sangatlah bervariasi yang dikategorikan menjadi  tiga pandangan sebagai berikut: (1) pandangan yang berkenaan dengan kehidupan psikologis, (2) pandangan yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomis dan (3) pandangan yang berkaitan dengan spiritual dan religi.
Pandangan peziarah yang datang ke makam Syekh Datuk Ibrahim untuk mendapatkan harapan merupakan pandangan yang dikategorikan pandangan psikologis, spiritual dan religi. Dalam hal ini peziarah yang datang menginginkan ketenangan hidup dan hatinya tidak selalu merasa was-was (tidak tenang). Peziarah yang datang pada umumnya  berdoa untuk memohon agar diberi keselamatan lahir dan batin dan selain itu juga  ingin mendapatkan ketenangan agar keluarganya tetap utuh (hasil wawancara, 21 Desember 2009).
Ada juga mereka yang datang ke makam Syekh Datuk Ibrahim untuk memperbaiki hubungan batin setelah lama tidak datang ke makam Syekh Datuk Ibrahim. Peziarah merasa setelah lama tidak datang kemakam Syekh Datuk Ibrahim hidupnya menjadi tidak tenang (hasil wawancara, 23 Desember 2009).
Berdasarkan penuturan pendapat tersebut menunjukkan adanya ikatan emosional antara peziarah dengan makam Syekh Datuk Ibrahim, sehingga peziarah akan merasa  bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim telah memberikan keselamatan dalam kehidupannya. Namun makam Syekh Datuk Ibrahim juga bisa mencelakakan jika tidak memenuhi kewajibanya untuk tidak datang, maka berdampak kepada kehidupannya menjadi tidak tenang pula. Dengan adanya perasaan tenang setelah datang  ke makam Syekh Datuk Ibrahim  sehingga muncul pandangan bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim merupakan tempat memperoleh  ketenangan dan keselamatan jasmani. Alasan yang sekiranya mempu mendukung pandangan ini adalah keyakinan dan kepercayaan yang didukung oleh alam pikiran masyarakat yang selalu hendak menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam hidup, baik dalam hubungannya dengan kehidupan rohani atau yang bersifat spiritual (vertikal) maupun kehidupan sosial (horisontal).
Dari pandangan ini dapat diketahui bahwa manusia perlu keselamatan dan ketenangan dalam hidup. Keselamatan ini bisa meliputi keselamatan dalam rohani dan jasmani. Kesempurnaan hidup dalam arti tercukupi segala kebutuhan memerlukan selamat. Pengertian selamat di dunia maupun diakhirat yakni setelah manusia itu mati. Manusia dalam keadaan selamat bisa mampu menciptakan keseimbangan dan keselarasan dengan lingkungan, baik lingkungan spritial dan sosial.
Para peziarah juga berpendapat bahwa peziarah merupakan tempat untuk meminta sesuatu. Hal ini dikategorikan sebagai pandangan bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim sebagai tempat untuk meminta sesuatu. Hal ini sesuai dengan pandangan yang berkaitan  ekonomis. Orang yang menginginkan sesuatu berkenaan dengan hidupnya dapat meminta tolong dengan datang ke makam Syekh Datuk Ibrahim agar usahanya dapat berhasil dan lancar. Pandapat ini dapat di ungkapkan  lewat kasus pak Buhairi, seorang petani dari Glenmore. Ia datang berombongan bersama para tetangganya. Maksud kedatangannya adalah memohon pertolongan agar tanaman-tanamannya tidak diserang hama dan juga warung pupuknya banyak pembeli. Dia datang ke makam Syekh Datuk Ibrahim hanya sebagai perantara untuk meminta pertolongan kepada Allah, SWT (hasil wawancara, 21 Desember 2009).
Sementara itu bapak Jurkoni’, seorang nelayan dari Muncar. Ia memiliki pandangan tentang makam Syekh Datuk Ibrahim, yang menurutnya adalah tempat yang tepat untuk meminta pertolongan agar diberi keselamatan dan kesuksesan dalam pekerjaannya, terutama kalau berlayar bisa mendapatkan ikan yang banyak (hasil wawancara, 26 Desember 2009).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setelah dari makam Syekh Datuk Ibrahim mereka merasa usahanya lebih berhasil dan seandainya tidak datang, belum tentu usahanya seperti yang mereka harapkan.
Selain pandangan yang bersifat materiil diatas, peziarah juga datang untuk mencukupi kebutuhan spiritual, yaitu dengan mendoakan leluhurnya agar selalu diberi tempat di sisi-Nya. Pada umumnya hal ini lebih banyak dikemukakan oleh peziarah yang lanjut usia atau mereka yang tidak lagi berfikir tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan keduniawaian.
Pandangan yang mengatakan bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim adalah tempat yang keramat, suci (sakral) dan tempat untuk mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dapat dikategorikan dalam pandangan yang mengutamakam pada kehidupan spiritual. Paziarah yang datang hanya untuk berdoa di makam Syekh Datuk Ibrahim karena merasa tempat suci dan sakral, serta sepi sehingga dengan khusuk berdoa ditempat itu. Seperti yang dituturkan oleh bapak Mutakim, seorang guru dari Kelurahan pakel kecamatan glagah. Ia tidak setiap saat kesini, tapi kalau ada hari libur dia pasti ke makam Syekh Datuk Ibrahim. Syekh Datuk Ibrahim adalah orang yang suci jadi pantas  kalau ia berdoa kepada dirinya sendiri maupun doa kepada sang tokoh dan Syekh Datuk Ibrahim merupakan tokoh yang banyak mempunyai kelebihan (wawancara, 18 desember 2009).
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim dianggap sebagai tempat yang suci dan keramat. Kekeramatan dan kesucian makam Syekh Datuk Ibrahim dikaitkan dengan  adanya makam seorang tokoh yang dianggap mempunyai kelebihan dari pada manusia biasa sehingga setiap saat mereka datang ketempat makam Syekh Datuk Ibrahim.
Adanya kepercayaan itu, menyebabkan masyarakat percaya bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim dapat menjembatani hubungan antara manusia dengan Tuhan. Menurut R. Hertz bahwa kematiam merupakan suatu proses peralihan atau inisiasi dari suatu kedudukan ke kedudukan yang lain, dan dalam kedudukan mati ini. Di anggap sebagai mahluk muharrah ( suci atau sakral) yang sedang mengalami proses peralihan dari kedudukanya dari alam profan ke alam sakral (Mulder,1989:36). Dalam kedudukannya sakral ini roh berwujud menjadi roh halus dan mempengaruhi hidup manusia. Perannya sebagai roh halus dapat menjadi perantara manusia dengan Tuhan (Poncowati, 2000:60).
Namun dalam kenyatannya yang dapat kita jumpai, pandangan masyarakat peziarah lebih banyak menunjukkan bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim adalah tempat untuk meminta sesuatu dan tempat untuk menumbuhkan harapan hidup lebih baik dari sebelumnya.pandangan inilah yang merupakan tantangan pengelolah makam dalam hal ini adalah keluarga juru kunci agar tidak menyimpang dari ajaran agama Islam.
Pada umumnya pandangan terhadap leluhur yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat apalagi  bergerak dibidang agama, maka masyarakat ini akan melihat kelebihan-kelebihan yang masih terpancar walaupun sang tokoh sudah meninggal. Hal ini trbukti bahwa makam tidak hanya sebagai tempat untuk memakamkan tokoh yang telah meninggal tetapi juga sebagai tempat yang dianggap sakral, suci ataupun keramat sehingga tempat ini digunakan untuk meminta sesuatu.
Tentunya pandangan masyarakat luar dan pandangan masyarakat sekitar mempunyai pandangan yang berbeda, tetapi semuanya tergantung dari kepentingan mereka berkaitan dengan keberadaan makam Syekh Datuk Ibrahim, disamping itu juga kepercayaan yang beraneka ragam terhadap kekeramatan makam Syekh Datuk Ibrahim.
Motivasi peziarah datang ke makam keramat Syekh Datuk Ibrahim tentunya erat dengan motivasi atau tujuan para peziarah itu sendiri untuk mengunjungi tempat-tempat keramat. Diantara peziarah itu tentunya  mempunyai motivasi yang berbeda-beda, tergantung apa yang diminta dan apa pula kepentingannya. Motivasi peziarah  itu antara lain untuk meminta berkah, memulihkan hubungan dengan makam Syekh Datuk Ibrahim, mengucapkan rasa syukur karena yang telah diinginkan telah berhasil, untuk mengubah nasib dan meminta agar usahanya lancar. Niat para peziarah itu ada karena kemaunnya sendiri, tetapi ada yang diajak oleh temannya, tetangganya dan saudaranya yang telah berhasil.
Menurut Syam dalam Musthafa Al-Maraghi (2005: 156), Berkah dalam khazanah istilah Islam berasal dari kata barakah (kata kerja, fi’il Madhi)yang berarti memperoleh karunia dari kebaikan. Barakah adalah kata benda (isim) dan nilai tambah (ziyadah). Nilai tambah tidak disebut barakah jika tidak diikuti dengan kebahagiaan, ketenaganga dan kebaikan. Misalnya seseorang memperoleh tambahan rizki tersebut, maka tidak bisa dinyatakan memperoleh barakah atau berkah. Dengan demikian untuk  untuk memahami nilai tambah itu berkah dan tidak tergantung  dari apakah nilai tambah tersebut membawa serta kebahagiaan atau tidak. Dari konteks inilah, barakah berubah menjadi berkah, yang memiliki  banyak arti, misalnya berkah dari kesembuhan penyakit, terselesainya problema dari individu keluarga tau masyarakat, memperoleh kenikmatan dalam kehidupan, seperti memperoleh jodoh, lulus ujian, usahanya berhasil, dan sebagainya.
Pengunjung yang berziarah ke makam Syekh Datuk Ibrahim dengan niat lain, misalnya untuk meminta keselamatan, ingin mendekatkan diri kepada Allah, mencari ketenangan, ingin mendapatkan kedudukan, ingin mendapatkan kesaktian dan bahkan ada yang tidak punya niatan apapun.
Keselamatan menurut pandangan peziarah ke makam  tidaklah terbatas pada keselamatan fisik, tetapi juga keselamatan dalam artian yang menyangkut kehidupan keluarga (keutuhan rumah tangga) dan keselamatan dalam tugas pekerjaan. Untuk memperoleh keselamatan ini perlu diwujudkan keseimbangan atau keselarasan hubungan, baik secara vertikal (spiritual) maupun horisontal.
Keselamatan hubungan secara vertikal (spiritual) itu adalah denga Tuhan sedangkan keselarasan horisontal (sosial) adalah hubungan antara manusia dengan sesama mahluk hidup dalam lingkungan sosial yang sama dan alam semesta. Dengan terciptanya keselarasan hubungan ini, maka manusia akan memperoleh keselamatan dalam hidupnya, karena yang diutamakam adalah keselamatannya.
Selain motivasi yang menyebabkan datang ke Makam Syekh Datuk Ibrahim, Tujuan masyarakat melakukan ziarah ke makam Syekh Datuk Ibrahim ini adalah untuk berdoa danbertawashul, serta sebagai media untuk mengingat kematian dan memberi penghormatan kepada leluhur. Syekh Datuk Ibrahim adalah orang penting yang ikut andil dalam perkembangan Kabupaten Banyuwangi.
Motivasi lain yang dapat diungkap dari para peziarah adalah mereka yang berkunjung ke makam Syekh Datuk Ibrahim sekedar untuk mengicapkan rasa syukur karena yang telah diinginkan telah terwujud. Mereka merasa mempunyai kewajiban untuk  berterimah  kasih di makam Syekh Datuk Ibrahim karena telah  memberi sesuatu yang telah diinginkan. Wujud rasa terimah kasih mereka diwujudkan dengan mengadakan selametan dan memberikan sumbangan kepada pengelolah.
Seperti yang dituturkan oleh bapak Burahwi dari Rogojampi, beberapa waktu lalu anaknya sakit parah dan banyak menhabiskan uang untuk berobat. Kemudian dia datang berziarah ke makam Syekh Datuk Ibrahim  dan bernadzar , kalu anaknya sembuh ia akan berziarah lagi makam Syekh Datuk Ibrahim dan ia juga punya niat untuk mengadakan selametan dan meberikan sumbangan pada makam. Ketika waktu diwawancarai oleh peneliti ini adalah yang ketiga kalinya berziarah karena apa yang di harapkan terkabul dan anaknya sekarang sembuh (wawancara, 24 desember 2009).
Adanya pandangan yang kemudian memotivasi para peziarah datang makam Syekh Datuk Ibrahim untuk meminta sesuatu adalah kenyataan yang ada dalam niat hati para peziarah. Pandangan yang diwujudkan  dengan kenyataan motivasi inilah  yang kemudian memberikan kesan bahwa makam Syekh Datuk Ibrahim temapat untuk meminta sesuatu.  Diantaranya adalah peziarah yang mempunyai niat lain, misalnya untuk meminta keselamatan dan ketenangan hidup untuk mengungkap kan rasa syukur kepada Tuhan karena telah bebas  atau dapat mengatasi kesulitan hidup yang baru dialami dengan perantara yang disana.
DAFTAR PUSTAKA
Al- albani. 1991. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenasah. Jakarta: Gema Insani Press.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan dan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Chaedwic, Dkk.1991. Metode Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: KIP Semarang.
Christriyati Ariani. “Motivasi Peziarah di Makam Panembahan Bodo Desa Wijirejo, Pandak, Kabupaten Bantul”, dalam Patra-Widya. Vol. 3 No. 1, Maret 2002. (Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional), hal. 152.
Jonge, d.1989. Agama, Kebudayaan dan Ekonomi. Jakarta: RaJawali Press.
Koentjaraningrat (Ed).1997. Metode-Metode Dalam Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Miskawi. 2007. Tradisi Nyadar Sebagai Wisata Budaya Di Kabupaten Sumenep. Skripsi (tidak dipublikasikan), Jember: FKIP Universitas Jember.
Moleong. L. 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pt. Remaja Rosdakarya.
Mulyana dan Rahmat. 1990. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Karya.
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta; PN. Balai pustaka.
________. 1939. Baoesastra Djawa. .Batavia: JB Wolters Uitgegevers Maatschappij.
Rato, D. 2003. Buju’ dan Asta: Persepsi Masyarakat Sumenep Terhadap Kuburan Keramat, Dalam Sugianto (Ed): Kepercayaan, Magi, dan Tradisi Dalam Masyarakat Madura. Jember: PT.Tapal Kuda.
Rini W. 2000. Candi Prambanan Makame Rakai Kayuwangi Pacaran ing Candi Prambanan, bisa Pedhot”, Djaka Lodang. No. 10. Sabtu Pon 5 Agustus2000. Tahun XXX.
Riyana, Es.2000. “Ziarah Menyang Makam KRA Sosronagoro Kanggo Nggayuh Undhaking Kalungguhan”Djaka Lodang. No. 10. Sabtu Pon 5 Agustus 2000. Taun XXX.
Ruslan dan Nugroho, A.S. 2007. Ziarah Wali: Wisata Spiritual Sepanjang Masa. Yogyakarta: Pustaka Timur.
Soekmono, R. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisus.
Sudiro,  Yusan Roes. “Makna Religius Upacara Adat di Kalangan Orang Jawa”, Bernas. Sabtu 25 Januari 1986.
Subroto, FX. 2000. “Upacara Adat Ki Ageng Tunggul Wulung”Djaka Lodang. No. 15. Sabtu Pon 9 September 2000. Tahun XXX.
Sumarno, 2004. “Makam Sunan Ampel di Surabaya (Pengkajian Terhadap Persepsi dan Motivasi Pengunjung)”, Patra-Widya. Vol. 5 No. 1, Maret 2004. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Spardlcy, J. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Subagya, R. 1981. Agama Asli Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka.
Tashadi. 1994. Budaya Spiritual Dalam Situs Keramat Digunung Kawi. Malang: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Widayanti, S. 2000. Petilasan Sunan Panandaran di Bayat Klaten. Skripsi, (tidak dipublikasikan) Jember: FKIP Universitas Jember.
Widuatie, R. 1998. Budaya Spritual Dalam Situs Keramat Makam Ki Ronggo Di Bondowoso Jawa Timur. Laporan penelitian (tidak dipublikasikan) Jember: Debdikbud.

1 komentar:

Iron Rose TINY | Titanium Wedding Ring - Tatin' Art
Iron Rose TINY are a wedding garmin fenix 6x pro solar titanium ring titanium dog teeth implants made by Tatin' ford escape titanium Art. Titsanium Ring for the sugarboo extra long digital titanium styler TITIAN Wedding Rings, available now in TITIAN titanium bike frame ART.

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More