Laman

Minggu, 08 April 2012

Tim UGM Teliti Bekas Kerajaan Blambangan




TEMPO InteraktifBANYUWANGI - Arkeolog dan Sejarawan Universitas Gajah Mada  mengandeng  Forum Masyarakat Penyelamat Sejarah Macan Putih meneliti  bekas Kerajaan Blambangan di Macan Putih, di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur.

Menurut Ketua Forum, Joko Sastro, eksplorasi itu untuk meneliti lebih lanjut adanya sejumlah bangunan yang diduga bagian bekas Kerajaan Blambangan saat dipimpin Raja Tawang Alun II pada tahun 1655-1691. Kerajaan Blambangan, merupakan kerajaan terakhir di Pulau Jawa yang bercorak Hindu.

Menurut Joko, tim melakukan penelusuran di 20 lokasi di desa Macan Putih. Di lokasi-lokasi tersebut, tim menemukan struktur bangunan terbuat dari bata merah memanjang, mirip sebuah tembok. Bangunan-bangunan tersebut terpendam di dalam tanah yang sebagian besar berada di area persawahan. "Masyarakat sekitar sering menemukan bata-bata merah berukuran besar," katanya kepada TEMPO, Minggu (4/7).

Menurut Suhalik, anggota Forum, dalam laporan Van Wiekrman, Residen Banyuwangi di abad XVIII menyebutkan bangunan tembok kerajaan Macan Putih memiliki panjang 4,5 km, dengan tinggi 12 kaki serta tebal 6 kaki (3 meter). "Arsitekturnya adalah orang cina," katanya.

Selain struktur bangunan, dalam penelusurannya tim juga menemukan ratusan artefak berupa pecahan gerabah dan keramik yang diduga berasal dari Cina dan Eropa. Artefak tersebut ditemukan dalam area perkebunan kelapa di Dusun Macan Putih.

Arkeolog UGM, Inajati Adrisijanti, mengatakan, seluruh temuan itu akan dianalisis lebih lanjut sebelum melakukan penggalian (eskavasi). Namun, hal pertama yang harus dilakukan, kata dia, adalah upaya menyelamatkan peninggalan sejarah tersebut supaya terhindar dari kerusakan atau pencurian. "Peran pemerintah daerah dan masyarakat sangat menentukan penyelamatan," kata dia.

Sejarawan Sri Margana mengatakan, saat dipimpin Tawang Alun II Kerajaan Blambangan mencapai puncak kejayaannya, dengan wilayah kekuasaan meliputi Lumajang, Jember, Probolinggo, Bondowoso, dan Bali. Ketika Tawang Alun meninggal, sebanyak 270 istri dari total 400 istri yang dikawini, ikut membakar diri (sati). "Inilah upacara kematian terbesar dalam sejarah Indonesia," ungkapnya.

Namun setelah Tawang Alun II meninggal, tambah Margana, terjadi perebutan kekuasaan diantara keturunannya. Kerajaan di Macan Putih akhirnya ditinggalkan, dan pusat kerajaan dipindah ke Lateng (saat ini di Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi).
IKA NINGTYAS

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More